Abstract
Usaha kecil dan
mikro (UKM) berperan cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, menyerap tenaga
kerja melalui penciptaan lapangan pekerjaan, dan mengatasi masalah kemiskinan.
Tetapi dalam perkembangannya, UKM mengalami
keterbatasan dalam mengakses permodalan.
Porsi kredit yang diberikan perbankan
kepada sektor UKM masih terbatas. Kredit
perbankan lebih banyak diberikan kepada
sektor-sektor ekonomi unggulan dan
mempunyai risiko pembiayaan yang rendah.
Dilihat dari sisi jumlah usaha, penyerapan tenaga kerja dan
kemampuan untuk terus eksis, UKM telah memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap perekonomian rakyat. Selain itu UKM mampu menjadi penolong dan
penopang kebangkitan ekonomi dari krisis yang pernah terjadi di Indonesia. Oleh
karenanya, UKM layak mendapat perhatian dan pengembangan lebih jauh agar
semakin berkembang di Indonesia.
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis moneter
yang melanda Indonesia pada tahun 1997 yang dengan cepat berubah menjadi krisis
ekonomi yang pada akhirnya menyebabkan krisis multidimensional menyebabkan
perekonomian Indonesia terpuruk. Hal ini terjadi karena kurang tepatnya
kebijakan ekonomi pemerintah yang memberikan dukungan finansial dan fasilitas
secara berlebihan kepada pengusaha besar agar dapat menggerakkan perekonomian
Indonesia dengan asumsi bahwa dari pengusaha besar tersebut akan mengalir
kepada pengusaha kecil (trickle down effect). Tetapi akibat dukungan yang
berlebihan ini, pengusaha besar menjadi rapuh dan tidak dapat bertahan sewaktu
terjadi goncangan ekonomi dan menyebabkan perusahaan besar tersebut mengurangi
produksi ataupun tenaga kerjanya bahkan ada yang sampai gulung tikar.
Bank merupakan
salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai pihak perantara antara pihak
yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Dana yang dihimpun bank
tersebut dari pihak yang kelebihan dana disalurkan ke masyarakat berupa kredit
yang merupakan kegiatan utama bank. Dari kegiatan ini, bank memperoleh
pendapatan bunga yang disebut spread yang merupakan selisih dari bunga simpanan
yang diberikan kepada penabung dengan bunga kredit yang dibayar oleh debitur.
Sebelum krisis ekonomi 1997, bank lebih suka memberikan kredit kepada
perusahaan besar sehingga pada saat perekonomian bergejolak, perusahaan
tersebut tidak mampu bertahan yang menyebabkab kredit macet pada bank dan bank
tersebut kekurangan likuiditas.
Di tengah krisis
ekonomi 1997, usaha kecil dan menengah (UKM) mampu
bertahan dan justru semakin bertambah
sehingga tidak dapat dipungkiri UKM telah
menjadi tiang penyangga perekonomian
karena UKM ini membuka lapangan pekerjaan dan mengatasi kemiskinan di saat
banyak perusahaan besar gulung tikar.
Dengan
berbagai bukti tersebut diharapkan lembaga keuangan di Indonesia turut berperan
aktif dalam mengembangkan UKM melalui mempermudah akses pinjaman modal. Karena
perkembangan UKM akan sangat berperan penting dalam perekonomian Negara.
Semakin banyak jumlah UKM akan meningkatkan pendapatan perkapita serta
pendapatan nasional.
1.2
Pembatasan Masalah
Dari latar
belakang yang telah dipaparkan maka akan ditarik rumusan masalah sebagai
berikut:
a.
Apa kendala yang dihadapi oleh lembaga
keuangan perbankan dalam pembiayaan UKM ?
b.
Bagaimana peran pemerintah dalam
mengatasi permasalahan tersebut ?
1.3
Tujuan dan Manfaat
Untuk mengetahui
kendala apa saja yang membuat lembaga perbankan sulit memberikan pinjaman modal
kepada UKM dan untuk mengetahui
peran serta pemerintah untuk mengatasinya.
BAB
2 PEMBAHASAN
Hasil penelitian Bank Indonesia sampai dengan Desember 2010
terhadap usaha kecil menengah (UKM) menunjukkan bahwa baru 10 lembaga keuangan
bank-bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat serta 6 lembaga keuangan non bank
yang melakukan pembiayaan terhadap UKM. Hingga September 2011, jumlah UKM yang
telah akses pembiayaan baru sekitar 17,2% yaitu sekitar 9 juta dibandingkan
dengan jumlah UKM pada tahun 2010 yang mencapai sekitar 52 juta unit. Diketahui
pula bahwa kredit UKM terhadap total kredit perbankan mencapai Rp. 457,8
triliun dengan jenis penggunaan didominasi oleh kredit modal kerja untuk sektor
perdagangan, industri olahan dan pertanian.
Usaha Kecil
(Usaha Mikro) UKM atau kepanjangan dari Usaha Kecil dan Menengah, merupakan
suatu usaha rumah tangga yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan guna
meningkatkan taraf hidupnya. Usaha tersebut misalnya usaha asongan, usaha
pembuatan/produksi jajanan, usaha bengkel, usaha pembuatan alat rumahtangga,
usaha penjualan sayuran dan sebagainya (Tambunan dalam Khoeriyah, 2006).
Di
Indonesia sendiri belum ada batasan dan kriteria yang baku mengenai usaha kecil.
Berbagai instansi menggunakan batasan dan kriteria menurut fokus permasalahan
yang dituju. Dalam UU No. 9/1995 pasal 5 tentang usaha kecil disebutkan
beberapa kriteria usaha kecil sebagai berikut:
a). Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, atau
b). Memiliki hasil penjualan tahunan paling
banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
BPS
(1988) mendefinisikan usaha kecil dengan ukuran tenaga kerja, yaitu 5 sampai
dengan 19 orang yang terdiri pekerja pasar yang dibayar, pekerja pemilik, dan
pekerja keluarga. Perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari 5
orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga (home industry).
Menurut Stanley dan Morse, bahwa industri yang menyerap tenaga kerja 1 – 9
orang termasuk industri kerajinan rumah tangga. Industri kecil menyerap 10 – 49
orang, industri sedang menyerap 50 – 99 orang, dan industri besar menyerap
tenaga kerja 100 orang lebih.
Kendala pendanaan UKM
Sisi internal
·
Buruknya pengelolaan administrasi UKM
(pencatatan) sehingga UKM seringkali tidak memiliki historikal pendanan dan
proyeksinya. Padahal bagian ini menjadi salah satu pertimbangan bagi lembaga
keuangan untuk memutuskan penyaluran kredit.
·
Pengusaha UKM belum akrab dengan sektor
keuangan karena minimnya informasi, yang disebabkan adanya gap information antara
pengusaha dengan lembaga keuangan.
·
Pengusaha UKM menilai bahwa segala
urusan dengan sektor keuangan cenderung menyita waktu.
Sisi eksternal (sisi lembaga keuangan)
·
Lembaga keuangan (misalkan perbankan)
cenderung masih berpihak pada pembiayaan korporasi besar karena menjanjikan
keuangan yang lebih besar, prospek usaha lebih pasti, dan memiliki jaminan yang
dapat memback up kegagalan kredit.
·
Selain faktor resiko, perbankan menilai
segmentasi usaha UKM masih terbatas, dengan pesaing yang cukup banyak. Karena
itu segmentasi usaha UKM harus ditingkatkan.
·
Belum ada regulasi (dari bank sentral)
yang mewajibkan besaran porsi kredit yang harus disalurkan ke UKM.
Pembiayaan
kepada UKM memiliki berbagai kendala di samping memiliki potensi dan peluang.
Berdasarkan salah satu hasil survei Bank Indonesia (BI) mengenai profil UKM di Indonesia adalah bahwa
UKM masih enggan mengambil kredit ke bank karena tidak adanya agunan (untuk debitur
mikro) atau terlalu tingginya suku bunga bank (untuk debitur kecil dan menengah).
Selain itu, survei BI tersebut juga mendukung realita mengapa jumlah UKM di Indonesia
hanya sekitar 12% saja yang mengambil
kredit bank. Hal ini karena untuk kredit di atas Rp. 50 juta, pada umumnya bank
telah mensyaratkan dilengkapinya berbagai dokumen seperti ijin usaha dan
legalitas perusahan (badan hukum), sedangkan kedua hal ini masih jarang
dimiliki oleh sebagian besar UKM. Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan
yang dihadapi oleh UKM terhadap lembaga-lembaga keuangan formal seperti
perbankan menyebabkan UKM bergantung pada sumber-sumber informal. Bentuk dari sumber-sumber
ini beraneka ragam mulai dari lembaga informal seperti rentenir hingga
berkembang menjadi bentuk yang lebih formal seperti unit-unit simpan pinjam dan
koperasi.
Padahal banyak
kenyataan yang menunjukkan jika potensi UKM dikembangkan dengan mengucurkan
dana lebih besar tentu sektor bisnis ini dapat menjadi pengaman krisis social
dan ekonomi karena dapat mengatasi pengangguran. Namun sepertinya modal
merupakan salah satu faktor utama penghambat pengembangan usahanya. Karena
jumlahnya banyak dan nilai kreditnya kecil, bank-bank nasional merasa kerepotan
mengurus UKM. Hal ini disebabkan karena bank membutuhkan sistem administrasi
yang rumit jika mengurus UKM sedangkan jika perusahaannya besar, nilai
kreditnya besar sehingga jumlah perusahaan yang akan diberikan kredit sedikit
maka sistem administrasinya tidak rumit. Lagipula, kondisi UKM itu sendiri yang belum layak secara
teknis perbankan misalnya saja ada pengusaha yang belum memiliki pembukuan yang
layak sesuai penilaian kriteria perbankan juga membuat sulitnya UKM untuk
memperoleh kredit dari bank.
Solusi
yang diberikan pemerintah
Keadaan ini mendorong beberapa PEMDA untuk menyisihkan dana APBD
nya guna membantu pendanaan UKM. Dana yang disisihkan tersebut disalurkan
kepada pengusaha UKM dalam bentuk pinjaman yang penyalurannya melalui bank.
Resiko kemacetan atas penyaluran kredit tersebut sepenuhnya ditanggung oleh
PEMDA.
Debitur dapat memanfaatkan dana
tersebut setelah melalui dua tahap penilaian yaitu melalui tim teknis yang
diangkat dengan SK kepala daerah, dan petugas bank (account officer). Pola dengan
dana PEMDA dilakukan pula oleh beberapa BUMN atau perusahaan swasta lainnya. Dalam
upaya mengembangkan UKM dan Koperasi, maka dengan mengacu pada :
a.
Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomer : 486/KMK.017/96, tanggal 30 Juli
1996, tentang Perusahaan Penjaminan; dan
b.
Surat Keputusan Bersama Menteri Negara Urusan Koperasi UKM dengan Menteri Dalam
Negeri nomer 04/KEP/M/V/2001 dan 518-162 tahun 2001 tanggal 29 Mei 2001 tentang
Pembentukan Lembaga Penjaminan bagi Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro Non Bank dan
UKM di Daerah, Beberapa daerah mencoba membentuk lembaga penjaminan kredit
daerah (LPKD), yang berperan dalam penyediaan jaminan / agunan bagi UKM dan
Koperasi yang mengajukan kredit ke perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
Modal awal yang harus disetor dalam pembentukan LPKD tersebut adalah sebesar Rp
10 milyar.
Dengan adanya solusi yang ditawarkan oleh pemerintah daerah tersebut diharapkan ada jalan lain untuk UKM mendapatkan
pinjaman modal yang mudah tanpa menggunakan agunan ataupun jaminan. Sehingga
perkembangan UKM akan menjadi lebih mudah dan dapat menarik calon-calon UKM
yang baru agar ketahanan perekonomian Negara lebih terjamin dengan tidak hanya
mengandalkan ketahanan perusahaan-perusahaan besar.
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan
Bagi usaha kecil menengah, kredit dirasa cukup penting
mengingat kebutuhan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan guna
menjalankan usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal mereka.
Permasalahan timbul ketika pengusaha mikro kecil tersebut dihadapkan kepada
kelengkapan persyaratan bank guna memperoleh pinjaman. Meskipun usaha mereka
feasible namun sebagian besar pengusaha mengalami kesulitan dalam penyediaan asset
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi persyaratan jaminan kredit bank. Pada
prakteknya untuk menekan resiko kredit macet bank mewajibkan jaminan tambahan
untuk kredit yang diberikan, mengasuransikan baik kredit yang diberikan maupun jaminan
kredit yang dimiliki nasabah atau bahkan menolak pemberian kredit meskipun
usaha calon debitur memiliki prospek yang sangat memadai. Adanya resiko kredit
macet yang dikawatirkan oleh perbankan berdampak pada rendahnya kucuran kredit
UKM.
Padahal banyak fakta yang mempertegas bukti bahwa UKM berperan
dalam membangun dan memajukan perekonomian seperti halnya ketika terjadi krisis
moneter. Di mana perusahaan-perusahaan besar gulung tikar, namun UKM masih
tetap eksis. Pemerintah daerah memberikan solusi terkait sulitnya memperoleh
pinjaman modal pada bank tersebut melalui penyisihan anggaran APBD yang
digunakan untuk membantu peminjaman modal kepada UKM.
Saran
Dalam kondisi
demikian dibutuhkan bantuan dari semua pihak terutama perbankan untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan bagi UKM yang memiliki keterbatasan sehingga
UKM dapat maju dan berkembang.
DAFTAR
PUSTAKA
Diposkan
oleh Mudrajad Kuncoro. Pada : Sabtu 26
November 2011
Diposkan oleh Ujang Perdana. Pada : Jum’at 2
Desember 2011
http://nationalbankingforum.blogspot.com/2011/09/peran-ukm-dalam-perekonomian-indonesia.html
http://kampus.okezone.com/read/2010/09/01/367/368960/peran-ukm-dalam
Diposkan oleh Heni Hendrayanti. Pada : Kamis 15
Maret 2012