Sabtu, 14 Desember 2013

Kendala yang Dihadapi Perbankan dalam Pembiayaan UKM


Abstract

Usaha kecil dan mikro (UKM) berperan cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, menyerap tenaga kerja melalui penciptaan lapangan pekerjaan, dan mengatasi masalah kemiskinan. Tetapi dalam perkembangannya, UKM mengalami
keterbatasan dalam mengakses permodalan. Porsi kredit yang diberikan perbankan
kepada sektor UKM masih terbatas. Kredit perbankan lebih banyak diberikan kepada
sektor-sektor ekonomi unggulan dan mempunyai risiko pembiayaan yang rendah.
Dilihat dari sisi jumlah usaha, penyerapan tenaga kerja dan kemampuan untuk terus eksis, UKM telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian rakyat. Selain itu UKM mampu menjadi penolong dan penopang kebangkitan ekonomi dari krisis yang pernah terjadi di Indonesia. Oleh karenanya, UKM layak mendapat perhatian dan pengembangan lebih jauh agar semakin berkembang di Indonesia.















BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 yang dengan cepat berubah menjadi krisis ekonomi yang pada akhirnya menyebabkan krisis multidimensional menyebabkan perekonomian Indonesia terpuruk. Hal ini terjadi karena kurang tepatnya kebijakan ekonomi pemerintah yang memberikan dukungan finansial dan fasilitas secara berlebihan kepada pengusaha besar agar dapat menggerakkan perekonomian Indonesia dengan asumsi bahwa dari pengusaha besar tersebut akan mengalir kepada pengusaha kecil (trickle down effect). Tetapi akibat dukungan yang berlebihan ini, pengusaha besar menjadi rapuh dan tidak dapat bertahan sewaktu terjadi goncangan ekonomi dan menyebabkan perusahaan besar tersebut mengurangi produksi ataupun tenaga kerjanya bahkan ada yang sampai gulung tikar.
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai pihak perantara antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Dana yang dihimpun bank tersebut dari pihak yang kelebihan dana disalurkan ke masyarakat berupa kredit yang merupakan kegiatan utama bank. Dari kegiatan ini, bank memperoleh pendapatan bunga yang disebut spread yang merupakan selisih dari bunga simpanan yang diberikan kepada penabung dengan bunga kredit yang dibayar oleh debitur. Sebelum krisis ekonomi 1997, bank lebih suka memberikan kredit kepada perusahaan besar sehingga pada saat perekonomian bergejolak, perusahaan tersebut tidak mampu bertahan yang menyebabkab kredit macet pada bank dan bank tersebut kekurangan likuiditas.
Di tengah krisis ekonomi 1997, usaha kecil dan menengah (UKM) mampu
bertahan dan justru semakin bertambah sehingga tidak dapat dipungkiri UKM telah
menjadi tiang penyangga perekonomian karena UKM ini membuka lapangan pekerjaan dan mengatasi kemiskinan di saat banyak perusahaan besar gulung tikar.
            Dengan berbagai bukti tersebut diharapkan lembaga keuangan di Indonesia turut berperan aktif dalam mengembangkan UKM melalui mempermudah akses pinjaman modal. Karena perkembangan UKM akan sangat berperan penting dalam perekonomian Negara. Semakin banyak jumlah UKM akan meningkatkan pendapatan perkapita serta pendapatan nasional.

1.2 Pembatasan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan maka akan ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
a.                             Apa kendala yang dihadapi oleh lembaga keuangan perbankan dalam pembiayaan UKM ?
b.                             Bagaimana peran pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut ?

1.3 Tujuan dan Manfaat
Untuk mengetahui kendala apa saja yang membuat lembaga perbankan sulit memberikan pinjaman modal kepada UKM dan untuk mengetahui peran serta pemerintah untuk mengatasinya.











BAB 2 PEMBAHASAN

Hasil penelitian Bank Indonesia sampai dengan Desember 2010 terhadap usaha kecil menengah (UKM) menunjukkan bahwa baru 10 lembaga keuangan bank-bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat serta 6 lembaga keuangan non bank yang melakukan pembiayaan terhadap UKM. Hingga September 2011, jumlah UKM yang telah akses pembiayaan baru sekitar 17,2% yaitu sekitar 9 juta dibandingkan dengan jumlah UKM pada tahun 2010 yang mencapai sekitar 52 juta unit. Diketahui pula bahwa kredit UKM terhadap total kredit perbankan mencapai Rp. 457,8 triliun dengan jenis penggunaan didominasi oleh kredit modal kerja untuk sektor perdagangan, industri olahan dan pertanian.
Usaha Kecil (Usaha Mikro) UKM atau kepanjangan dari Usaha Kecil dan Menengah, merupakan suatu usaha rumah tangga yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan guna meningkatkan taraf hidupnya. Usaha tersebut misalnya usaha asongan, usaha pembuatan/produksi jajanan, usaha bengkel, usaha pembuatan alat rumahtangga, usaha penjualan sayuran dan sebagainya (Tambunan dalam Khoeriyah, 2006).
Di Indonesia sendiri belum ada batasan dan kriteria yang baku mengenai usaha kecil. Berbagai instansi menggunakan batasan dan kriteria menurut fokus permasalahan yang dituju. Dalam UU No. 9/1995 pasal 5 tentang usaha kecil disebutkan beberapa kriteria usaha kecil sebagai berikut:
 a). Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
 b). Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
BPS (1988) mendefinisikan usaha kecil dengan ukuran tenaga kerja, yaitu 5 sampai dengan 19 orang yang terdiri pekerja pasar yang dibayar, pekerja pemilik, dan pekerja keluarga. Perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari 5 orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga (home industry). Menurut Stanley dan Morse, bahwa industri yang menyerap tenaga kerja 1 – 9 orang termasuk industri kerajinan rumah tangga. Industri kecil menyerap 10 – 49 orang, industri sedang menyerap 50 – 99 orang, dan industri besar menyerap tenaga kerja 100 orang lebih.

 Kendala pendanaan UKM
 Sisi internal
·         Buruknya pengelolaan administrasi UKM (pencatatan) sehingga UKM seringkali tidak memiliki historikal pendanan dan proyeksinya. Padahal bagian ini menjadi salah satu pertimbangan bagi lembaga keuangan untuk memutuskan penyaluran kredit.
·         Pengusaha UKM belum akrab dengan sektor keuangan karena minimnya informasi, yang disebabkan adanya gap information antara pengusaha dengan lembaga keuangan.
·         Pengusaha UKM menilai bahwa segala urusan dengan sektor keuangan cenderung menyita waktu.
 Sisi eksternal (sisi lembaga keuangan)
·         Lembaga keuangan (misalkan perbankan) cenderung masih berpihak pada pembiayaan korporasi besar karena menjanjikan keuangan yang lebih besar, prospek usaha lebih pasti, dan memiliki jaminan yang dapat memback up kegagalan kredit.
·          Selain faktor resiko, perbankan menilai segmentasi usaha UKM masih terbatas, dengan pesaing yang cukup banyak. Karena itu segmentasi usaha UKM harus ditingkatkan.
·         Belum ada regulasi (dari bank sentral) yang mewajibkan besaran porsi kredit yang harus disalurkan ke UKM.
Pembiayaan kepada UKM memiliki berbagai kendala di samping memiliki potensi dan peluang. Berdasarkan salah satu hasil survei Bank Indonesia (BI)  mengenai profil UKM di Indonesia adalah bahwa UKM masih enggan mengambil kredit ke bank karena tidak adanya agunan (untuk debitur mikro) atau terlalu tingginya suku bunga bank (untuk debitur kecil dan menengah). Selain itu, survei BI tersebut juga mendukung realita mengapa jumlah UKM di Indonesia hanya sekitar 12%  saja yang mengambil kredit bank. Hal ini karena untuk kredit di atas Rp. 50 juta, pada umumnya bank telah mensyaratkan dilengkapinya berbagai dokumen seperti ijin usaha dan legalitas perusahan (badan hukum), sedangkan kedua hal ini masih jarang dimiliki oleh sebagian besar UKM. Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh UKM terhadap lembaga-lembaga keuangan formal seperti perbankan menyebabkan UKM bergantung pada sumber-sumber informal. Bentuk dari sumber-sumber ini beraneka ragam mulai dari lembaga informal seperti rentenir hingga berkembang menjadi bentuk yang lebih formal seperti unit-unit simpan pinjam dan koperasi.
Padahal banyak kenyataan yang menunjukkan jika potensi UKM dikembangkan dengan mengucurkan dana lebih besar tentu sektor bisnis ini dapat menjadi pengaman krisis social dan ekonomi karena dapat mengatasi pengangguran. Namun sepertinya modal merupakan salah satu faktor utama penghambat pengembangan usahanya. Karena jumlahnya banyak dan nilai kreditnya kecil, bank-bank nasional merasa kerepotan mengurus UKM. Hal ini disebabkan karena bank membutuhkan sistem administrasi yang rumit jika mengurus UKM sedangkan jika perusahaannya besar, nilai kreditnya besar sehingga jumlah perusahaan yang akan diberikan kredit sedikit maka sistem administrasinya tidak rumit. Lagipula, kondisi UKM itu sendiri yang belum layak secara teknis perbankan misalnya saja ada pengusaha yang belum memiliki pembukuan yang layak sesuai penilaian kriteria perbankan juga membuat sulitnya UKM untuk memperoleh kredit dari bank.

Solusi yang diberikan pemerintah
Keadaan ini mendorong beberapa PEMDA untuk menyisihkan dana APBD nya guna membantu pendanaan UKM. Dana yang disisihkan tersebut disalurkan kepada pengusaha UKM dalam bentuk pinjaman yang penyalurannya melalui bank. Resiko kemacetan atas penyaluran kredit tersebut sepenuhnya ditanggung oleh PEMDA. Debitur dapat memanfaatkan dana tersebut setelah melalui dua tahap penilaian yaitu melalui tim teknis yang diangkat dengan SK kepala daerah, dan petugas bank (account officer). Pola dengan dana PEMDA dilakukan pula oleh beberapa BUMN atau perusahaan swasta lainnya. Dalam upaya mengembangkan UKM dan Koperasi, maka dengan mengacu pada :
a. Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomer : 486/KMK.017/96, tanggal 30 Juli 1996, tentang Perusahaan Penjaminan; dan
b. Surat Keputusan Bersama Menteri Negara Urusan Koperasi UKM dengan Menteri Dalam Negeri nomer 04/KEP/M/V/2001 dan 518-162 tahun 2001 tanggal 29 Mei 2001 tentang Pembentukan Lembaga Penjaminan bagi Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro Non Bank dan UKM di Daerah, Beberapa daerah mencoba membentuk lembaga penjaminan kredit daerah (LPKD), yang berperan dalam penyediaan jaminan / agunan bagi UKM dan Koperasi yang mengajukan kredit ke perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Modal awal yang harus disetor dalam pembentukan LPKD tersebut adalah sebesar Rp 10 milyar.
Dengan adanya solusi yang ditawarkan oleh pemerintah  daerah tersebut  diharapkan ada jalan lain untuk UKM mendapatkan pinjaman modal yang mudah tanpa menggunakan agunan ataupun jaminan. Sehingga perkembangan UKM akan menjadi lebih mudah dan dapat menarik calon-calon UKM yang baru agar ketahanan perekonomian Negara lebih terjamin dengan tidak hanya mengandalkan ketahanan perusahaan-perusahaan besar.








BAB III PENUTUP


Kesimpulan
Bagi usaha kecil menengah, kredit dirasa cukup penting mengingat kebutuhan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan guna menjalankan usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal mereka. Permasalahan timbul ketika pengusaha mikro kecil tersebut dihadapkan kepada kelengkapan persyaratan bank guna memperoleh pinjaman. Meskipun usaha mereka feasible namun sebagian besar pengusaha mengalami kesulitan dalam penyediaan asset dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi persyaratan jaminan kredit bank. Pada prakteknya untuk menekan resiko kredit macet bank mewajibkan jaminan tambahan untuk kredit yang diberikan, mengasuransikan baik kredit yang diberikan maupun jaminan kredit yang dimiliki nasabah atau bahkan menolak pemberian kredit meskipun usaha calon debitur memiliki prospek yang sangat memadai. Adanya resiko kredit macet yang dikawatirkan oleh perbankan berdampak pada rendahnya kucuran kredit UKM.
Padahal banyak fakta yang mempertegas bukti bahwa UKM berperan dalam membangun dan memajukan perekonomian seperti halnya ketika terjadi krisis moneter. Di mana perusahaan-perusahaan besar gulung tikar, namun UKM masih tetap eksis. Pemerintah daerah memberikan solusi terkait sulitnya memperoleh pinjaman modal pada bank tersebut melalui penyisihan anggaran APBD yang digunakan untuk membantu peminjaman modal kepada UKM.

Saran
Dalam kondisi demikian dibutuhkan bantuan dari semua pihak terutama perbankan untuk memberikan bimbingan dan pengarahan bagi UKM yang memiliki keterbatasan sehingga UKM dapat maju dan berkembang.


DAFTAR PUSTAKA


Diposkan oleh Mudrajad Kuncoro. Pada  : Sabtu 26 November 2011

Diposkan oleh Ujang Perdana. Pada : Jum’at 2 Desember 2011

http://nationalbankingforum.blogspot.com/2011/09/peran-ukm-dalam-perekonomian-indonesia.html
http://kampus.okezone.com/read/2010/09/01/367/368960/peran-ukm-dalam
anis syafitri 08.12

Diposkan oleh Heni Hendrayanti. Pada : Kamis 15 Maret 2012